Penulis: Nurun Ala (nurunala)
Penerbit:Grasindo
Tahun terbit: 2020
Jumah halaman :134
Jenis:Novel

Sang ibu meninggal dunia ketika pertama kali ia hadir ke dunia, sejak saat itu, ia dibesarkan oleh ayah. Ayah berjanji hanya fokus mengasuhnya sepeninggal ibu. Ayah berprofesi sebagai guru SD. Ditengah kesibukannya, ayah tetap bisa membagi waktu.
Ia tumbuh menjadi anak pintar. Mereka menjalani hari berdua. Mereka bahagia, meski sang ibu sudah lama tiada.
Waktu berjalan begitu cepat. SD, SMP, SMA, dan tak terasa tiba saatnya masa wisuda sarjana. Ayah begitu bahagia melihatnya wisuda. Permintaannya tak banyak, ayah hanya menginginkannya pulang ke rumah, menemaninya di hari tua.
Namun tanpa sepengetahuan ayah, ia mendaftar beasiswa S2 ke Inggris dan di terima. Ia berencana setelah selesai S1 akan melanjutkan sekolah ke sana untuk meraih gelar MBA. Terlebih sang pujaan hati juga melanjutkan sekolah ke sana.
Meski ayah memintanya untuk mengurungkan niat, ia tetap bersikeras meraih mimpi. Ia merasa kesempatan emas ini takkan terulang lagi.
Ayah begitu kecewa, ia tak pernah meminta banyak, ia hanya menginginkan putranya pulang ke rumah.
Kepergian ayah
Hati kecilnya selalu merindukan ayah, ayah sekaligus ibu. Namun, ego mengalahkan rindu itu, tak terasa 3 tahun sudah berada di negeri orang. Hari itu, Paman mengirimkan SMS, mengabarkan kondisi ayah.
Ibuku adalah ayahku
Ayah memang bukan orang yang melahirkanku
Ayah juga tak pernah menyusuiku
Tapi, setiap pagi
Ayah selalu menyiapkan sarapan untukku
Mengajari aku membaca
Membacakan kisah-kisah sebelum tidur
Ibuku adalah ayahku
Ayah membesarkanku seorang diri
Seperti matahari
Ayah memberikan cahaya untukku
Ibuku adalah ayahku
Aku sangat mencintai ayah
Kami akan ke surga bersama-sama
Menyusul ibu yang sudah menunggu di sana
Ia bergegas pulang, berharap masih bisa bertemu ayah. Namun dia baru sampai sore hari, sedangkan ayah telah pergi pagi tadi.
Ia, anak semata wayang ayah, tak menemani ayah di saat terakhir. Penyesalan luar biasa hinggap dihatinya. Apakah ini balasan yang ia berikan ke ayah? Padahal ayah mengorbankan semua deminya. Semua episode kehidupan mereka, hanya ia dan ayah, terasa terulang di pikirannya.
Maafkan ayah yang tidak bisa sempurna dan selalu ada
Maafkan mataharimu ini bila seringkali sinarnya redup
Mungkin di matamu ayah tak lagi pantas disebut matahari
Meski begitu, ayah mohon , jangan pernah membenci ayah
Setelah membaca pesan terakhir ayah, dadanya semakin sesak.
0 Komentar